Aku akan Wujudkan Cita-Citamu, Mah.
Hari itu, Minggu, 13 Mei 2018 sengaja ku tak pulang kerumah. Karena memang tengah ada wisuda ke-70 di kampusku. Pagi itu begitu berat rasanya membuka kelompak mata yang sedari beberapa jam yang lalu menutupi penglihatanku. Setelah melewati hal menyedihkan tadi malam, rasanya tak ingin ku terbangun kembali. Namun, Allah masih menyayangiku untuk tetap berjuang di dunia yg berat ini.
Jam di hpku menunjukkan pukul 7 dan aku mengirimkan pesan ke beberapa temanku, barangkali ada yang bisa diajak untuk pergi ke wisudaan kaka tingkatku di Hmj. Rupanya pesanku bersaut, salah seorang temanku pun berniat datang kesana dan kami telah menentukan tempat dan waktu untuk menjadi meeting pointnya.
Aku segera bergegas dari tempat tidurku, dan melakukan beberapa persiapan seperti orang yang hendak melakukan hangouts; menyetrika baju, mandi, membuat buryam instan untuk sarapan kemudian meminum obat yang dititipkan dokter kemarin lusa. Setelah siap, aku segera berangkat dan mengunci pintu kosanku.
Di perjalanan, sudah terlihat beberapa pedagang memenuhi pinggiran jalan menuju kampusku, ya pedagang bunga, boneka wisuda dan beberapa pernak-pernik wisuda yang cukup menarik mata. Aku berniat membeli, namun kupikir nanti saja setelah temanku datang kita memilih barang itu bersama.
Beberapa menit ku habiskan untuk menunggu temanku di depan toko ATK pinggir kampus. Kulihat jam ku telah menunjukkan pukul 9.22 sudah lewat 22 menit dari janji awal. Kaki kanan dan kiriku pun sudah lelah saling berganti tumpuan tegakku.
Disela penantianku, aku melihat rombongan keluarga lewat didepanku. Ada seorang wanita yang mungkin berusia 50 tahunan berjalan dengan suaminya dan diikuti seorang wanita 30 tahunan yang membawa anak kecil cantik. Mereka terlihat kompak dengan pakaian seragam yang mungkin telah mereka siapkan untuk wisuda anaknya itu.
Saat itu, pikiranku melayang pada keluargaku. Aku menundukkan kepala, menahan air mata yang sudah mulai berlinang di mataku. Aku mengingat mamahku. Dulu ia selalu bilang bahwa akan membuat baju seragam saat aku wisuda nanti, ia pun bahkan sudah berencana untuk memboyong serta keluarga besarku yang ingin melihatku memakai toga. Namun, semua itu kini hanya tinggal cerita, tiada lagi anganmu, mah. Kau malah pergi secepat ini. Saat aku belum sempat memenuhi keinginanmu untuk menjadi sarjana dan memelukmu setelah pita togaku dipindahkan. Semua itu kini hanya tinggal kenangan yang terus-menerus kuratapi. Aku tidak bisa membayangkan sepilu apa wisudaku nanti tanpamu, sesibuk apa aku mempersiapkan itu sendiri tanpa bantuanmu. Padahal biasanya, anak manjamu ini selalu disediakan apapun olehmu. Mah, aku sedih.
Aku berusaha tegar melihat hal yang mungkin bagi oranglain membahagiakan. Kepalaku berusaha kembali mengarah kedepan, kukira aku menunduk terlalu lama. Namun, tiba-tiba saat mataku memandang kedepan, penglihatanku terasa menguning. Lutut dan kakiku gemetar, keringat dinginpun tak terelakkan. Aku bingung, apa aku harus tetap menunggu atau pulang karna keadaan yg memaksaku. Namun aku takut, aku takut pingsan dan nantinya malah merepotkan semua orang.
Aku kembali mengirim pesan pada temanku dan meminta maaf bahwa aku harus pulang kembali ke kosan dan membatalkan semua rencana hari itu. Setelah pesan itu terkirim, aku berusaha berjalan pulang sendiri. Walau kakiku terasa tidak menapak, namun aku berusaha melangkahkan kakiku agar segera sampai di kamar kosku. Alhamdulillah, aku tidak pingsan di jalan. Aku sampai kosan dengan selamat. Sesampainya di kosan, aku tak langsung masuk ke kamarku. Aku masuk ke kamar sahabatku untuk menceritakan semuanya. Ia panik, dan segera membuatkanku teh manis hangat. Dia memang care padaku selama ini, salah satu sahabat terbaik dan partner terhebat.
Aku tak menceritakan alasan sakitku, aku hanya bilang bahwa aku kurang asupan makanan karena 3 hari ini aku hanya bisa makan bubur saja. Ia mengangguk. Aku pun akhirnya beristirahat di kamarnya beberapa saat. Terlelap sebentar lalu terbangun kembali. Aku ingin pindah ke kamarku, ku rasa aku sudah agak membaik dan kuat berjalan kembali. Aku pamit pada sahabatku itu, dan berusaha menaikki beberapa anak tangga di kosanku, karna memang kamarku dan dia berbeda lantai.
Saat masuk ke kamarku, mataku langsung tertuju pada pigura fotoku dan mamah saat perpisahan smk. Hal itu kembali membuatku tak bisa menahan sesak. Tangis yang sedari tadi kubendung akhirnya pecah jua. Aku menangis sejadi-jadinya, tanpa ada satu orangpun yang tau. Aku memeluk pigura itu karna kini hanya itu yang mampu ku peluk untuk membayangkan bahwa sosok mamahlah yg sedang ku dekap. Aku ceritakan semua mimpiku di depan pigura itu, aku ceritakan semua sedihku, aku tanyakan semua keresahanku. Walau aku tau tidak ada jawaban nyata yang kudengar dari semua keluhku. Namun, aku percaya mamahku mendengarnya.
Kuseka keringat dan air mata yang jatuh menetes di bantalku dan beberapa jatuh di kaca pigura itu. Jariku terkadang mengelus lembut foto mamah yang terlihat sangat cantik itu. Aku benar-benar merasa terpuruk, bersedih dan menderita atas kepergiannya. Namun bagaimanapun hidup harus tetap berjalan. Aku masih punya Bapa, teteh, aa dan saudaraku di rumah. Aku harus kuat, dan membuktikan bahwa cita-cita mamah harus kuwujudkan. Mah, aku janji aku akan wisuda dengan nilai yang memuaskan, Aamiin. Air mataku mereda kala itu, hatiku pun perlahan tenang. Tak sadar, aku terlelap karena kelelahan menangis.
Jam di hpku menunjukkan pukul 7 dan aku mengirimkan pesan ke beberapa temanku, barangkali ada yang bisa diajak untuk pergi ke wisudaan kaka tingkatku di Hmj. Rupanya pesanku bersaut, salah seorang temanku pun berniat datang kesana dan kami telah menentukan tempat dan waktu untuk menjadi meeting pointnya.
Aku segera bergegas dari tempat tidurku, dan melakukan beberapa persiapan seperti orang yang hendak melakukan hangouts; menyetrika baju, mandi, membuat buryam instan untuk sarapan kemudian meminum obat yang dititipkan dokter kemarin lusa. Setelah siap, aku segera berangkat dan mengunci pintu kosanku.
Di perjalanan, sudah terlihat beberapa pedagang memenuhi pinggiran jalan menuju kampusku, ya pedagang bunga, boneka wisuda dan beberapa pernak-pernik wisuda yang cukup menarik mata. Aku berniat membeli, namun kupikir nanti saja setelah temanku datang kita memilih barang itu bersama.
Beberapa menit ku habiskan untuk menunggu temanku di depan toko ATK pinggir kampus. Kulihat jam ku telah menunjukkan pukul 9.22 sudah lewat 22 menit dari janji awal. Kaki kanan dan kiriku pun sudah lelah saling berganti tumpuan tegakku.
Disela penantianku, aku melihat rombongan keluarga lewat didepanku. Ada seorang wanita yang mungkin berusia 50 tahunan berjalan dengan suaminya dan diikuti seorang wanita 30 tahunan yang membawa anak kecil cantik. Mereka terlihat kompak dengan pakaian seragam yang mungkin telah mereka siapkan untuk wisuda anaknya itu.
Saat itu, pikiranku melayang pada keluargaku. Aku menundukkan kepala, menahan air mata yang sudah mulai berlinang di mataku. Aku mengingat mamahku. Dulu ia selalu bilang bahwa akan membuat baju seragam saat aku wisuda nanti, ia pun bahkan sudah berencana untuk memboyong serta keluarga besarku yang ingin melihatku memakai toga. Namun, semua itu kini hanya tinggal cerita, tiada lagi anganmu, mah. Kau malah pergi secepat ini. Saat aku belum sempat memenuhi keinginanmu untuk menjadi sarjana dan memelukmu setelah pita togaku dipindahkan. Semua itu kini hanya tinggal kenangan yang terus-menerus kuratapi. Aku tidak bisa membayangkan sepilu apa wisudaku nanti tanpamu, sesibuk apa aku mempersiapkan itu sendiri tanpa bantuanmu. Padahal biasanya, anak manjamu ini selalu disediakan apapun olehmu. Mah, aku sedih.
Aku berusaha tegar melihat hal yang mungkin bagi oranglain membahagiakan. Kepalaku berusaha kembali mengarah kedepan, kukira aku menunduk terlalu lama. Namun, tiba-tiba saat mataku memandang kedepan, penglihatanku terasa menguning. Lutut dan kakiku gemetar, keringat dinginpun tak terelakkan. Aku bingung, apa aku harus tetap menunggu atau pulang karna keadaan yg memaksaku. Namun aku takut, aku takut pingsan dan nantinya malah merepotkan semua orang.
Aku kembali mengirim pesan pada temanku dan meminta maaf bahwa aku harus pulang kembali ke kosan dan membatalkan semua rencana hari itu. Setelah pesan itu terkirim, aku berusaha berjalan pulang sendiri. Walau kakiku terasa tidak menapak, namun aku berusaha melangkahkan kakiku agar segera sampai di kamar kosku. Alhamdulillah, aku tidak pingsan di jalan. Aku sampai kosan dengan selamat. Sesampainya di kosan, aku tak langsung masuk ke kamarku. Aku masuk ke kamar sahabatku untuk menceritakan semuanya. Ia panik, dan segera membuatkanku teh manis hangat. Dia memang care padaku selama ini, salah satu sahabat terbaik dan partner terhebat.
Aku tak menceritakan alasan sakitku, aku hanya bilang bahwa aku kurang asupan makanan karena 3 hari ini aku hanya bisa makan bubur saja. Ia mengangguk. Aku pun akhirnya beristirahat di kamarnya beberapa saat. Terlelap sebentar lalu terbangun kembali. Aku ingin pindah ke kamarku, ku rasa aku sudah agak membaik dan kuat berjalan kembali. Aku pamit pada sahabatku itu, dan berusaha menaikki beberapa anak tangga di kosanku, karna memang kamarku dan dia berbeda lantai.
Saat masuk ke kamarku, mataku langsung tertuju pada pigura fotoku dan mamah saat perpisahan smk. Hal itu kembali membuatku tak bisa menahan sesak. Tangis yang sedari tadi kubendung akhirnya pecah jua. Aku menangis sejadi-jadinya, tanpa ada satu orangpun yang tau. Aku memeluk pigura itu karna kini hanya itu yang mampu ku peluk untuk membayangkan bahwa sosok mamahlah yg sedang ku dekap. Aku ceritakan semua mimpiku di depan pigura itu, aku ceritakan semua sedihku, aku tanyakan semua keresahanku. Walau aku tau tidak ada jawaban nyata yang kudengar dari semua keluhku. Namun, aku percaya mamahku mendengarnya.
Kuseka keringat dan air mata yang jatuh menetes di bantalku dan beberapa jatuh di kaca pigura itu. Jariku terkadang mengelus lembut foto mamah yang terlihat sangat cantik itu. Aku benar-benar merasa terpuruk, bersedih dan menderita atas kepergiannya. Namun bagaimanapun hidup harus tetap berjalan. Aku masih punya Bapa, teteh, aa dan saudaraku di rumah. Aku harus kuat, dan membuktikan bahwa cita-cita mamah harus kuwujudkan. Mah, aku janji aku akan wisuda dengan nilai yang memuaskan, Aamiin. Air mataku mereda kala itu, hatiku pun perlahan tenang. Tak sadar, aku terlelap karena kelelahan menangis.
Tetap tegar @windyjuwii, kamu masih punya banyak keluargamu, sahabatmu,temanmu. Banyak diluar sana mereka yg hidup sebatangkara namun masih tetap kuat dalam mengarungi kehidupan. Berikanlah yang terbaik dan Bahagiakanlah mereka. Raihlah semua mimpi& cita-citamu untuk masa depan mu.Bahagiakan almh dengan doa' yg terus senantiasa kau panjatkan. Kamu Pasti Bisa.
BalasHapusKeep strong, babe. Kamu gak pernah sendiri🤗
BalasHapus