Aku (bukan) Penulis
Tiba-tiba pikiranku melayang pada kisah tentang cita-citaku menjadi seorang jurnalis, penulis handal. Namun semua itu hanya hayalanku saja yang kini musnah ditelan waktu. Aku memang sempat mengikuti organisasi pengembangan bakat menulis. Awalnya kuikuti dengan semangat, dengan tekad yang kuat. Walau hingga menuju bulan kedua tulisanku hanya naik satu kali. Dan beberapa ajuan diabaikan tanpa revisi yang jelas. Aku berpikir, bagaimana aku bisa memperbaiki gaya menulisku, jika tak ada sedikitpun perbaikan yang menunjukkan letak kesalahanku. Kemudian aku berhusnudzon, mungkin mereka menginginkanku agar lebih mandiri, mencari letak kesalahan sendiri dan memperbaikinya dengan sendiri pula.
Namun, ditengah perjuanganku dalam pencarian bakat, aku harus dihadapkan dengan beberapa masalah sulit yang datang bertubi-tubi. Dimulai dengan senjata pamungkasku; netbook, yang rusak layar LCDnya sehingga membuatku terpaksa berhenti menulis. Bukan tidak ingin diperbaiki, namun saat itu kondisi keuangan sedang tidak stabil. Selanjutnya, penyakit yang menggrogoti Mamahku sepertinya sudah menjadi sel kuat yang tidak bisa dihancurkan. Kondisi mamahku semakin parah, ia semakin tak berdaya. Bolak-balik Rumah sakit dan memaksaku untuk ikut bolak-balik Bandung-Sumedang. Kuliahku tidak lagi kondusif, jangan ditanya perihal organisasi. Semuanya terbengkalai. Hingga aku memutuskan untuk keluar karena harus kuakui aku tidak ingin mengecewakan dan tak ingin pula menjadi tidak amanah. Ini kulakukan terpaksa memang, ku harap kedepannya aku tidak kecewa.
Pikiranku ternyata salah, Mamahku tidak bisa bertahan. Dan ia harus menghadap Yang Kuasa karena lebih disayang oleh-Nya. Semoga kau tenang dialam sana, mah. Dibalik duka yang masih menyelimutiku, aku harus dibuat kecewa karena melihat hasil pengumuman seleksi anggota organisasi yang sebelumnya kuikuti itu. Kulihat tertera nama salah satu bahkan salah dua teman kelompokku yang pada awal proses menghilang dan tanpa kabar. Kukira dia telah hengkang, sama sepertiku. Karena bahkan dia tak pernah kelihatan batang hidungnya dalam salah satu ruangan di pojokan gedung student center itu. Rupanya, semua ini sama saja seperti cinta. Bukan perkara siapa yang berjuang dan menemani dari awal. Tapi siapa yang ada menjelang puncak. Yang berjuang mati-matian diawal bahkan dilupakan. Ah, kenapa aku jadi melankolis seperti ini.
Namun sepertinya kekecewaanku tidak bisa menghapuskan rasa cintaku pada organisasi itu. Aku tetap cinta dan berasa masih ada didalamnya. Biarlah teman-temanku yang memajukannya langsung, sedang aku hanya membantu lewat doa. Toh, bentuk rasa cinta setiap orang berbeda. Tetaplah menjadi loyal, menjadi rangers militan seperti yang dikatakan beberapa alumni dan pengurus. Semoga kalian bisa amanah dalam mengemban tugas. Aku? Biarlah aku menyesal dengan keputusanku ini. Andai aku tidak punya malu, aku mungkin akan kembali walau telah meninggalkan selama itu. Namun, urat maluku belum putus, aku masih punya muka pula untuk kembali datang setelah beberapa waktu hilang. Aku harus mempertahankan prinsipku, biarlah penyesalan ini menjadi tanggunganku. Selebihnya pembaca tidak boleh tau. Hehe. Sejak saat itu aku jadi malas menulis, malas mencari isu, malas untuk liputan. Netbook ku bahkan sampai saat ini masih tergeletak tanpa reparasi. Namun, tekadku untuk menjadi seorang penulis masih kuat. Walau ternyata aku bukan penulis.
Namun, ditengah perjuanganku dalam pencarian bakat, aku harus dihadapkan dengan beberapa masalah sulit yang datang bertubi-tubi. Dimulai dengan senjata pamungkasku; netbook, yang rusak layar LCDnya sehingga membuatku terpaksa berhenti menulis. Bukan tidak ingin diperbaiki, namun saat itu kondisi keuangan sedang tidak stabil. Selanjutnya, penyakit yang menggrogoti Mamahku sepertinya sudah menjadi sel kuat yang tidak bisa dihancurkan. Kondisi mamahku semakin parah, ia semakin tak berdaya. Bolak-balik Rumah sakit dan memaksaku untuk ikut bolak-balik Bandung-Sumedang. Kuliahku tidak lagi kondusif, jangan ditanya perihal organisasi. Semuanya terbengkalai. Hingga aku memutuskan untuk keluar karena harus kuakui aku tidak ingin mengecewakan dan tak ingin pula menjadi tidak amanah. Ini kulakukan terpaksa memang, ku harap kedepannya aku tidak kecewa.
Pikiranku ternyata salah, Mamahku tidak bisa bertahan. Dan ia harus menghadap Yang Kuasa karena lebih disayang oleh-Nya. Semoga kau tenang dialam sana, mah. Dibalik duka yang masih menyelimutiku, aku harus dibuat kecewa karena melihat hasil pengumuman seleksi anggota organisasi yang sebelumnya kuikuti itu. Kulihat tertera nama salah satu bahkan salah dua teman kelompokku yang pada awal proses menghilang dan tanpa kabar. Kukira dia telah hengkang, sama sepertiku. Karena bahkan dia tak pernah kelihatan batang hidungnya dalam salah satu ruangan di pojokan gedung student center itu. Rupanya, semua ini sama saja seperti cinta. Bukan perkara siapa yang berjuang dan menemani dari awal. Tapi siapa yang ada menjelang puncak. Yang berjuang mati-matian diawal bahkan dilupakan. Ah, kenapa aku jadi melankolis seperti ini.
Namun sepertinya kekecewaanku tidak bisa menghapuskan rasa cintaku pada organisasi itu. Aku tetap cinta dan berasa masih ada didalamnya. Biarlah teman-temanku yang memajukannya langsung, sedang aku hanya membantu lewat doa. Toh, bentuk rasa cinta setiap orang berbeda. Tetaplah menjadi loyal, menjadi rangers militan seperti yang dikatakan beberapa alumni dan pengurus. Semoga kalian bisa amanah dalam mengemban tugas. Aku? Biarlah aku menyesal dengan keputusanku ini. Andai aku tidak punya malu, aku mungkin akan kembali walau telah meninggalkan selama itu. Namun, urat maluku belum putus, aku masih punya muka pula untuk kembali datang setelah beberapa waktu hilang. Aku harus mempertahankan prinsipku, biarlah penyesalan ini menjadi tanggunganku. Selebihnya pembaca tidak boleh tau. Hehe. Sejak saat itu aku jadi malas menulis, malas mencari isu, malas untuk liputan. Netbook ku bahkan sampai saat ini masih tergeletak tanpa reparasi. Namun, tekadku untuk menjadi seorang penulis masih kuat. Walau ternyata aku bukan penulis.

hmmm, bukannya gue lagi baca tulisan seorang penulis yha? huehueheu
BalasHapusHaha hanya sekadar penulis ala ala yang gatau ranah ngungkapin perasaan. Bukan penulis handal kaya beberapa orang disana hehe
HapusKalo sekarang, apa masih ada cita cita jadi penulis?
BalasHapus